Pernak Pernik Pilpres Di Rusia

Nyoblos Bawa Paspor, Kertas Suara 3 Bahasa

Seorang petugas di TPS Kota Ufa, Republik Bashkortostan, bersiap memasukkan surat suara ke mesin untuk dihitung pada hari penutupan Pilpres, Minggu (17/3/2024) malam. (Foto: Kartika Sari/Rakyat Merdeka/RM.id)
Seorang petugas di TPS Kota Ufa, Republik Bashkortostan, bersiap memasukkan surat suara ke mesin untuk dihitung pada hari penutupan Pilpres, Minggu (17/3/2024) malam. (Foto: Kartika Sari/Rakyat Merdeka/RM.id)

RM.id  Rakyat Merdeka – Menjadi observer Pemilu Presiden (Pilpres) di Rusia yang berlangsung selama tiga hari (15-17 Maret 2024), merupakan pengalaman menarik dan menyenangkan. Wartawan Rakyat Merdeka/RM.id Kartika Sari, mendapat kesempatan melihat langsung bagaimana berlangsungnya hajatan demokrasi di negara yang paling banyak dibombardir sanksi ekonomi oleh dunia internasional itu.

Selama di Negeri Beruang Putih, Rakyat Merdeka mengunjungi tiga tempat. Yaitu Moskow, Ibu Kota Rusia, Kota Ufa, Ibu Kota Republik Bashkortostan dan Distrik Ishimbay. Penerbangan dari Moskow ke Ufa ditempuh selama 1,5 jam dengan maskapai Aeroflot. Sedangkan perjalanan dari Ufa ke Distrik Ishimbay, lewat darat selama sekitar dua jam.

Rakyat Merdeka satu-satunya jurnalis dari Indonesia dalam grup delegasi observer yang menyaksikan pesta demokrasi ini di Republik Bashkortostan, salah satu wilayah otonomi di Rusia berpenduduk 4 juta orang. Observer lainnya berasal dari berbagai negara, yaitu Austria, Bulgaria, Guatemala, Moldova, Serbia, Sri Lanka, dan Kazakhstan. Mereka berprofesi sebagai anggota parlemen, pakar politik, scientist, think-tank dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Meski pekan kedua dan ketiga Maret sudah memasuki musim semi, namun beberapa tempat di Moskow masih diselimuti salju. Terutama di kawasan suburb alias pinggiran kota, saljunya masih tebal. Sedangkan di pusat kota Moskow, salju sudah mulai mengeras atau mencair. Suhu udara di Moskow berkisar antara minus 2 hingga minus 10 derajat celcius. Sedangkan suhu udara di Kota Ufa dan Distrik Ishimbay lebih dingin lagi, antara minus 10 hingga minus 15 derajat celcius. Ini yang namanya spring rasa winter. Udara semakin dingin menusuk tulang saat ditiup angin kencang.

Ada beberapa persamaan dan perbedaan antara Pilpres di Rusia dan Indonesia. Persamaannya, Pemilu di Rusia digelar secara langsung. Rakyat mencoblos calon pemimpinnya (one man, one vote). Dan semua suara dihitung (Every vote counted). Kemiripan lainnya, Tempat Pemungutan Suara (TPS) banyak didirikan di gedung publik seperti sekolah, kampus, aula pertemuan, dan lapangan olahraga basket. Ada juga TPS yang dibangun di pusat kesenian dan kebudayaan seperti gedung teater dan konser musik.

Lalu, apa yang berbeda dengan Pemilu di Indonesia? Di Rusia, semua TPS didirikan indoor. Nggak ada TPS yang berdiri di atas jalan, sehingga nggak mengganggu kenyamanan publik. Sementara di Indonesia, terutama di kota besar seperti Jakarta, banyak TPS didirikan di jalan kompleks perumahan.

Perbedaan lain, identitas resmi yang dipakai oleh warga Rusia untuk mencoblos adalah paspor. Sedangkan di Indonesia menggunakan KTP. Rakyat Merdeka menyaksikan langsung proses verifikasi data calon pemilih oleh panitia Pemilu di beberapa TPS di Kota Ufa dan Distrik Ishimbay. Mereka semua menunjukkan paspor kepada panitia di meja pendaftaran.

Karena penasaran, Rakyat Merdeka pun bertanya kepada teman dari Rusia, Alexander Ilyutochkin, kenapa warga Rusia menggunakan paspor untuk mencoblos. Alex adalah warga Rusia yang tinggal di Moskow dan pernah bekerja di Indonesia. Dia juga fasih berbahasa Indonesia.

Menurut Alex, di Rusia ada dua jenis paspor. Yaitu, paspor lokal sebagai identitas semua warganya (seperti KTP) dan paspor untuk melakukan perjalanan ke luar negeri. Paspor lokal itulah yang dipakai warga sebagai kartu identitas untuk mencoblos di TPS.

“Paspor lokal tersebut berlaku lama dan baru diganti saat kami berusia 45 tahun atau pemiliknya ganti alamat tempat tinggal,” jelas Alex saat kami hang out di kawasan Arbat, yang terkenal sebagai tempat berburu souvenir dan restoran serta cafe di pusat kota Moskow, Selasa (19/3/2024).

Perbedaan lain, TPS di Indonesia dibuka pukul 8.00 pagi dan ditutup pukul 13.00. Sedangkan di Rusia, TPS dibuka lebih lama lagi, yaitu pukul 8.00 pagi dan ditutup pukul 20.00. Bilik suara di TPS-nya juga ditutup gorden. Karena penasaran, Rakyat Merdeka minta izin untuk masuk ke bilik suara. Di dalamnya, ada meja kecil, lampu untuk membaca, pulpen, kursi dan kaca pembesar buat mereka yang matanya sudah rabun seperti lansia. Warga memakai pulpen untuk memilih capresnya di kertas suara. Berbeda dengan di Indonesia, TPS nggak ditutup gorden. Hanya dibatasi sekat. Cara memilihnya pun menggunakan paku dengan cara mencoblos kertas suara.

Perbedaan lain, kertas suara di Rusia tidak dilipat. Juga kotak suaranya, kebanyakan terbuat dari kaca yang transparan sehingga Rakyat Merdeka bisa mengintip siapa yang dicoblos para voters.

Social Distancing

Selain itu, pesta demokrasi di Rusia kali ini digelar selama tiga hari. Sementara di Indonesia hanya sehari. Kenapa tiga hari? Begini penjelasan Koordinator Mobile Group Pusat Pengawasan Pemilu di Republik Bashkortostan Dmitriy Melnikov.

“Pilpres terakhir tahun 2018 digelar hanya sehari. Kali ini Pilpres digelar selama tiga hari karena kita baru saja melalui Pandemi Covid-19, sehingga Pemerintah ingin ada social distancing. Warga tidak perlu berdesakan di TPS agar terhindar dari tertular Covid-19,” jelasnya, Minggu (17/3/2024).

Alasan lainnya, kata Melnikov, akan lebih memudahkan warganya yang sibuk bekerja. Mereka bisa memilih kapan punya waktu luang untuk mencoblos.

Yang menarik, semua TPS di Rusia dilengkapi Closed Circuit Television (CCTV). Tujuannya, untuk menghindari terjadi kecurangan atau peristiwa yang tidak diinginkan. Dengan demikian, pihak KPU, KPUD dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bisa memantau langsung secara online dan up to date tentang situasi terkini di setiap TPS. Sedangkan di Indonesia, tidak ada TPS yang dilengkapi CCTV. Apalagi TPS yang didirikan di atas jalan.

Perbedaan lainnya, Pilpres, Pileg dan Pilkada di Rusia, digelar dalam waktu terpisah. Sehingga pada 15-17 Maret lalu, warga hanya fokus mencoblos Capres. Lebih simpel dan nggak ribet. Sementara di Indonesia, Pilpres dan Pileg digelar bersamaan, sehingga sering bikin rakyat bingung oleh banyaknya kertas suara yang harus dicoblos dan caleg mana yang harus dipilih.

Kertas Suara Dalam Tiga Bahasa

Keunikan lainnya, di kertas suara untuk para pemilih di Kota Ufa, Republik Bashkortostan, terdapat dua bahasa. Yaitu bahasa Rusia dan Bashkiria. Bahkan di Distrik Ishimbay, kertas suara dibuat dalam tiga bahasa. Yakni, bahasa Rusia, Bashkiria dan Tatar. Mengapa tiga bahasa?

Alasannya, agar warga Bashkortostan bisa mencoblos sesuai bahasa etnis asal mereka. Karena selain etnis Rusia, penduduk Bashkortostan juga banyak yang berasal dari etnis Bashkir dan Tatar. Mayoritas dari mereka beragama Islam. Sementara di Tanah Air, kertas suara hanya dalam satu bahasa: bahasa Indonesia.

Perbedaan lainnya, sistem quick count belum lazim digunakan di Rusia. Sehingga untuk menunggu hasil Pemilu, harus menunggu penghitungan suara yang dilakukan secara manual dan pengumuman resmi Central Election Commission (CEC), sejenis KPU Pusat di Indonesia. Sementara di Indonesia, Pilpres, Pileg maupun Pilkada, sudah lama menggunakan metode quick count.

Wakil KPUD Republik Bashkortostan Gadilov Mawat menyadari bahwa sistem quick count penting dan mulai digunakan di banyak negara. “Kami sedang mengarah ke sana. Beberapa TPS sudah mulai menggunakan quick count. Tapi belum semua, mengingat banyaknya jumlah TPS. Untuk itu, kami masih menggunakan sistem manual untuk menghitung suara di TPS,” katanya saat menjawab pertanyaan Rakyat Merdeka.

Untuk pertama kalinya, pemilih Rusia yang tidak bisa hadir secara fisik ke TPS, juga bisa mencoblos secara online. Dan bagi warga yang sedang dirawat di rumah sakit, tetap bisa mencoblos karena petugas Pemilu mendatangi mereka. Bahkan para tahanan atau narapidana pun, tetap punya hak suara. Mereka didatangi petugas Pemilu, sehingga bisa mencoblos dari bilik jeruji besi.

Pada malam terakhir pencoblosan, Minggu (17/3/2024), tepat pukul 20.00 waktu Kota Ufa, Rakyat Merdeka dan Tim Observer hadir menyaksikan langsung penutupan berikut penghitungan suara di sebuah TPS di gedung sekolah. Panitia di TPS tersebut, tampak sibuk mengumpulkan kertas suara. Selanjutnya, bundel kertas suara itu dimasukkan ke dalam dua mesin yang secara otomatis menghitung jumlah voters yang mencoblos. Selanjutnya mesin itu secara otomatis mengirimkan data hasil rekapitulasi di TPS tersebut ke data base center penghitungan suara KPU Pusat.

Oleh karena itu, meskipun metode quick count belum ngetop di Rusia, namun pada hari pertama pasca pencoblosan, sebetulnya sudah bisa diketahui siapa pemenang Pilpres berkat mesin canggih tersebut.

Berdasarkan hasil penghitungan CEC, capres incumbent Vladimir Vladimirovich Putin sukses menyapu suara dengan perolehan 87,3 persen atau 76,1 juta suara. Putin menang besar dan jauh meninggalkan ketiga lawannya. Yaitu, Nikolay Kharitonov dari Partai Komunis atau Communist Party of the Russian Federation (CPRF), Vladislav Davankov dari New People’s Party, dan Leonid Slutsky dari Liberal Democratic Party of Russia (LDPR). Dengan demikian, Putin akan kembali memimpin Rusia, negara berpenduduk 146 juta orang itu untuk enam tahun ke depan. Spasiba.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*